Tamainusi: Desa yang Terjepit di Antara Tambang dan Kekuasaan

3 minutes reading
Thursday, 3 Jul 2025 02:33 207 Redaksi Lipsus

Opini: Tamainusi: Desa yang Terjepit di Antara Tambang dan Kekuasaan

Penulis; HM

Di pelosok Kabupaten Morowali Utara, tepatnya di Kecamatan Soyojaya, terletak sebuah desa bernama Tamainusi. Sebuah desa kecil yang mendadak menjadi sorotan media lokal hingga nasional. Bukan karena prestasi atau program pemberdayaan masyarakatnya, tetapi karena “berkah” kekayaan alamnya yang justru membawa nestapa bagi warganya sendiri. Tamainusi hari ini bukan lagi sekadar desa biasa, ia telah menjadi simbol dari ketimpangan tata kelola sumber daya, kerakusan investasi, dan lemahnya pengawasan negara.

Tamainusi, yang kini dijuluki sebagian orang sebagai “sorga pertambangan,” tengah berada dalam pusaran eksploitasi besar-besaran. Setiap jengkal tanah desa ini seperti berlomba diperebutkan. Puluhan perusahaan tambang beroperasi dengan intensitas tinggi, dan mirisnya, banyak di antaranya diduga memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang tumpang tindih. Kawasan yang semestinya dijaga dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan, kini dipenuhi oleh aktivitas tambang yang tak terkendali, seolah Tanah Tamainusi telah kehilangan hak hidupnya sebagai wilayah masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Lebih dari itu, kekacauan ini bukan sekedar persoalan administratif. Ia menjelma menjadi wajah nyata dari permainan kekuasaan yang melibatkan tangan-tangan kotor oknum pejabat, aktor lokal, hingga elit-elit yang berkepentingan dengan proyek tambang dan pembangunan infrastruktur penunjangnya. Pembangunan galangan kapal yang kini tengah berlangsung di desa tersebut pun diduga kuat terafiliasi dengan kelompok tertentu yang punya kedekatan politik dan ekonomi dengan pemegang kekuasaan.

Setiap tahun, perusahaan tambang baru terus bermunculan. Izin diberikan seolah tanpa batas, tanpa kontrol, tanpa kajian lingkungan yang memadai. Ruang hidup warga terus tergerus. Sungai-sungai tercemar, tanah menjadi keras dan gersang, serta kerusakan ekosistem yang kian tak terbendung. Alih-alih mendapatkan keuntungan, warga justru menghadapi beban ekologis dan sosial yang sangat berat.

Namun, pertambangan bukan satu-satunya masalah yang mendera desa ini. Kepemimpinan desa Tamainusi pun ikut bergolak. Posisi kepala desa tak lagi menjadi arena pelayanan masyarakat, melainkan ajang rebutan kekuasaan. Perebutan jabatan ini tidak lepas dari kepentingan tertentu yang ingin mengamankan dan memperluas akses terhadap lahan dan proyek-proyek bernilai miliaran rupiah. Proses pemberhentian kepala desa disinyalir sarat manipulasi dan intervensi politik, mengabaikan aturan hukum dan tata kelola pemerintahan desa yang seharusnya dijunjung tinggi.

Warga terbelah antara yang pro dan kontra terhadap berbagai aktivitas perusahaan. Suasana menjadi tegang, hubungan sosial terganggu, dan potensi konflik berkepanjangan kini mengintai. Di tengah gemuruh alat berat dan janji manis para investor, suara rakyat Tamainusi justru tenggelam. Tak sedikit warga yang mulai mempertanyakan: “Untuk siapa sebenarnya tambang-tambang ini hadir? Siapa yang benar-benar menikmati hasilnya?”

Tamainusi hari ini adalah cerminan dari banyak desa di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam, namun tak berdaya di hadapan sistem yang pincang dan korup. Desa ini bisa menjadi studi kasus penting untuk mengevaluasi bagaimana regulasi, pengawasan, dan keberpihakan negara terhadap rakyatnya berjalan. Apakah negara hadir untuk melindungi warganya, atau justru memfasilitasi eksploitasi besar-besaran atas nama pembangunan?

Masyarakat sipil, media, dan akademisi harus bersatu menyuarakan keadaan Tamainusi. Desa ini tidak boleh dibiarkan menjadi korban abadi dari kerakusan dan kelalaian. Reformasi tata kelola pertambangan, penegakan hukum yang adil, serta pemulihan kedaulatan masyarakat desa atas ruang hidupnya adalah keharusan. Karena jika tidak, Tamainusi hanya akan dikenang sebagai desa yang dibunuh pelan-pelan oleh tambang dan kekuasaan.

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA