Morowali Utara – Banjir tahunan yang terus melanda Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, kembali menjadi sorotan.
Setiap musim hujan tiba, desa ini selalu dilanda banjir yang menggenangi rumah-rumah warga hingga memaksa mereka mengungsi ke balai desa. Situasi ini bukan hanya berulang dari tahun ke tahun, tetapi juga belum menemukan solusi yang benar-benar efektif.
Dan setiap terjadi banjir di desa Bunta dan juga desa lain, maka bantuan sosial yang datang setiap tahunnya. Sembako terutama mie adalah makanan instan yang selalu diberikan kepada para pengungsi.
Warga Bunta semakin resah dengan kondisi ini. Mereka berharap ada tindakan nyata dari pemerintah daerah maupun pihak terkait agar dampak banjir bisa diminimalkan. Apalagi, Desa Bunta menjadi desa penerima dana desa terbesar di Kabupaten Morowali Utara tahun 2025, dengan total anggaran mencapai Rp 1.479.673.000. Dana sebesar itu seharusnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai program, termasuk mitigasi bencana banjir yang sudah menjadi langganan tahunan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Nomor 71 Tahun 2021 tentang Panduan Penanganan Bencana di Desa, dana desa bisa digunakan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, hingga mitigasi bencana. Hal ini seharusnya menjadi peluang bagi Desa Bunta untuk mengalokasikan anggaran dalam upaya menanggulangi banjir yang selalu terjadi.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan dana desa antara lain pembangunan drainase yang lebih baik, normalisasi sungai atau saluran air yang tersumbat, serta program penghijauan untuk mengurangi risiko banjir. Namun, hingga kini, pemanfaatan dana desa untuk mitigasi bencana di Bunta belum terlihat optimal.
“Kami berharap ada upaya konkret dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah untuk menangani banjir ini. Setiap tahun, kami harus mengungsi ke balai desa, dan yang diberikan adalah Indomie, sementara kehidupan sehari-hari jadi terganggu, sebab kami harus bekerja dan mencari penghasilan” ujar salah seorang warga Bunta yang terdampak banjir. (28/3)
Selain faktor alam dan curah hujan yang tinggi, banjir di Bunta juga diduga dipengaruhi oleh aktivitas industri di sekitarnya. Desa ini terletak di lingkar tambang PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), salah satu perusahaan besar yang beroperasi di wilayah Morowali Utara. Selain PT GNI, terdapat beberapa perusahaan lain yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Aktivitas pertambangan dan proyek industri besar di sekitar Bunta berpotensi menyebabkan perubahan ekologi, seperti berkurangnya daerah resapan air dan sedimentasi sungai akibat aktivitas eksploitasi tanah. Hal ini bisa memperparah risiko banjir yang sudah menjadi masalah utama bagi warga.
“Seharusnya dengan adanya industri besar di sekitar desa, ada kontribusi yang nyata untuk penanganan lingkungan. Jangan sampai masyarakat yang terkena dampak tetapi solusi tak pernah diberikan,” kata seorang aktivis lingkungan setempat.
Warga Bunta berharap agar dana desa benar-benar digunakan sesuai dengan kebutuhan, termasuk untuk mengatasi banjir yang terus berulang. Selain itu, mereka juga meminta adanya keterlibatan dari perusahaan tambang dalam memberikan solusi lingkungan yang berkelanjutan.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah pembangunan tanggul, peningkatan sistem drainase, dan penghijauan kembali area yang terdampak eksploitasi industri. Pemerintah daerah pun didorong untuk lebih serius dalam menangani permasalahan banjir ini agar warga tidak terus-menerus menjadi korban setiap musim hujan tiba.
Banjir di Bunta bukan sekadar bencana tahunan, tetapi juga menjadi potret permasalahan yang lebih kompleks antara pengelolaan dana desa, dampak industri, serta tanggung jawab pemerintah dalam melindungi masyarakatnya. Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, warga khawatir kondisi ini akan semakin buruk di masa mendatang.
No Comments