Morowali Utara — Pernyataan asal bunyi (asbun) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat PolPP) Morowali Utara, Buharman Lambuli, terkait kasus oknum anggotanya berinisial AL yang menghamili seorang perempuan berinisial S, kini terbukti tidak konsisten dan sulit dipercaya.
Ucapan Buharman yang menyebut pemecatan pegawainya “gampang” kini justru menjadi bumerang, setelah oknum AL dilantik sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada Selasa, 7 Oktober 2025 — bertolak belakang dengan klaim pemecatan yang ia sampaikan sebelumnya.
Dalam rekaman suara yang diserahkan korban S kepada media, terdengar jelas Buharman berbicara melalui telepon dengan keluarga oknum AL pada Mei 2025. Ia menyebut bahwa proses pemberhentian pegawai di bawahnya adalah hal yang mudah dilakukan.
“Artinya saya cuma mo urus status kepegawaiannya, kan gampang saya pecat hari ini, saya pigi di BKD kasih keluar dari PPPK selesai,” ujar Buharman Lambuli dalam rekaman tersebut.
Ucapan “gampang saya pecat” itu kini dinilai publik sebagai pernyataan asbun, karena tidak pernah terbukti di lapangan. Justru, oknum AL tetap lolos dan dilantik sebagai PPPK, menimbulkan tanda tanya besar atas kredibilitas dan ketegasan sang Kasat.
Buharman bahkan sempat menyebut bahwa AL siap dipecat jika menolak menikahi korban.
“Ditambah dengan pernyataannya lalu sama saya, apabila saya tidak mau mengikuti ketentuan mau menikah itu, saya siap dipecat dari satuan,” ujarnya dalam rekaman.
Namun saat dikonfirmasi media setelah pelantikan AL, Buharman mengaku sudah melakukan pemecatan berdasarkan SK Nomor 188.4/308/SK-RHS/SATPOLPP-DAMKAR/V/2025 tanggal 9 Mei 2025.
“Saya selaku Kasat telah memecat oknum AL sebagai tenaga honorer. Artinya secara institusi, yang bersangkutan sudah resmi dipecat,” tegasnya.
Ironisnya, ketika ditanya mengapa AL tetap bisa dilantik sebagai PPPK, Buharman langsung mengalihkan tanggung jawab ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Morut.
“Surat pemecatan sudah kami tembuskan ke BKD. Kalau sekarang dia menerima SK PPPK, silakan konfirmasi ke BKD,” ujarnya.
Sikap yang berubah-ubah ini memperkuat kesan bahwa ucapan Buharman tidak bisa dipegang dan hanya sebatas retorika. Sebagai pimpinan, ia terlihat bingung, tidak tegas, dan gagal memastikan tindak lanjut sesuai pernyataannya sendiri.
Korban S juga mengaku mendapat teror lewat telepon usai keterangannya dipublikasikan media.
“Saya diteror-teror nomor yang sekali pakai, ditanya berapa kau bayar media. Mereka bilang tidak akan mempan biar diberitakan terus,” ujarnya.
Kasus ini menegaskan bahwa Buharman Lambuli gagal menunjukkan integritas dan kepemimpinan moral di tubuh Satpol PP Morut.
Ucapannya yang terkesan “asbun” bukan hanya mempermalukan institusi, tapi juga mencederai rasa keadilan publik yang menuntut ketegasan terhadap pelanggaran etik dan moral aparatur daerah.
No Comments